“Uagh . . .”, ucap
salah seorang pemuda saat menghembuskan nafas terakhirnya. Bersama dengan dua
temannya, mereka telah mati terkena sabetan pedang gadis itu. Terbukti dengan
noda darah mereka yang mengucur di pedangnya.
“Tes..,tes..”
Darah
yang mengalir itu pun berhenti dari pedang tersebut, seakan ada sihir yang
memurnikannya. Gadis itu kemudian berjalan ke arahku sambil menggenggam pedang
yang masih belum disarungkannya.
“Terima
kasih telah menolongku”, ucapku dengan rasa takut dicampur perasaan letih. Yap,
saat ini aku masih duduk sambil bersandar di batu besar yang berada di
belakangku. Akan tetapi, gadis itu tetap berjalan dan terus menuju ke arah
tempat dimana aku berada. Langkahnya semakin dekat dan dekat, sementara aku
masih tersudut di batu itu. Dan ketika dia berada persis di depanku sambil
mengacungkan pedangnya, dia berkata :
“Apa kau ‘sama’
dengan mereka?”
Mungkin dia pikir aku sama seperti para
pemuda yang dibunuh olehnya. Para pemuda jahat yang tadi sempat bertarung
denganku, hingga membuat aku kewalahan dan babak belur saat ini. Tentu aku
pikir jawabannya tidak. Tapi, entah kenapa aku mengerti maksudnya. Yaitu,
sesuatu yang mirip dengan mereka.
“Ya,
tentu saja”, jawabku dengan lugas
“Apa
kau tahu maksudku?”, tanya gadis itu lagi
“Apa
kau kira aku lugu?”, tanyaku seakan menghapus keraguannya
“Kalau
begitu, kau berhak untuk mati”, jawabnya sambil mengambil posisi menebas
Kemudian pedang itu seakan menghitam
layaknya sihir yang membungkusnya. Sontak aku berkata :
“Tunggu,
masih ada yang harus kulakukan !”
Gadis itu kemudian menaruh pedang di
sarungnya dan berkata :
“Apa
maksudmu?”
“Saat
ini, aku hidup karena aku memiliki satu tujuan”
“Walaupun
begitu, ini adalah tugasku untuk membunuhmu”
“Kumohon,
biarkan aku hidup”
“Kalau
begitu, jadilah tawananku”
Tidak ada komentar :
Posting Komentar