Selasa, 16 Desember 2014

Shalat Idain (1)

Setelah kemaren aku bercerita tentang pengalaman shalat Idul Fitri di Korea yang “berbeda”, sekarang aku akan bercerita tentang “perbedaanya”. Apa pula itu. Hehehe, kalau bingung, baca posting sebelumnya. Pada posting sebelumnya aku bercerita bahwa ketika melaksanakan shalat Idul Fitri di Kyung Hee, tata cara pelaksanaannya menggunakan mazhab Hanafi, karena sebagian besar warga Kyung Hee adalah orang Pakistan, di mana di sana marak menggunakan mazhab tersebut. Sedangkan kita, warga Indonesia, yang sebagian besar menggunakan mazhab Syafi’i akan merasa kebingungan, hal ini terbukti ketika mbak Vita “salah” dalam shalat, kkk.
Dan kali ini aku akan mencoba membahas tentang shalat Idain (Idul Fitri dan Idul Adha) dari berbagai pendapat ulama dalam Islam. Kembali aku tidak mencoba untuk merujuk kepada salah satu mazhab secara tendensius, tidak mencoba untuk menyalahkan atau membenarkan, mengatakan mana yang lebih baik, bukan, itu bukan kapasitasku. Aku hanya mencoba memberi gambaran saja, dan mohon koreksinya kalau ada yang menyimpang.
Hukum
Mengenai hukum shalat Idain, Mazhab Hanbali mengatakan kalau hukumnya fardhu kifayah, sedangkan Mazhab Maliki dan Syafi’i mengatakan kalau hukumnya sunnah muakkad. Mazhab Hanafi mengatakan hukumnya adalah fardhu ‘ain dengan syarat-syarat yang ada pada shalat Jumat. Apabila ada syarat yang tidak terpenuhi, maka kewajiban akan menjadi gugur. Dasar hukumnya adalah hadist yang bersumber dari Ummu ‘Atiyah:
أَمَرَنَا – تَعْنِى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- – أَنْ نُخْرِجَ فِى الْعِيدَيْنِ الْعَوَاتِقَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ وَأَمَرَ الْحُيَّضَ أَنْ يَعْتَزِلْنَ مُصَلَّى الْمُسْلِمِينَ
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada kami pada saat shalat Id (Idul Fitri dan Idul Adha) agar mengeluarkan para gadis (yang baru beanjak dewasa) dan wanita yang dipingit, begitu pula wanita yang sedang haidh. Namun beliau memerintahkan pada wanita yang sedang haidh untuk menjauhi tempat shalat.
Hukum menjalankan shalat Idain yang fardhu ‘ain ini berimplikasi pada shalat Jumat. Loh koq? Hukum Shalat Jumat menjadi gugur bagi orang yang telah melaksanakan shalat Id jika kedua shalat tersebut bertemu pada hari Id (maksudnya hari Id ada di hari Jumat), karena sesuatu yang wajib hanya boleh digugurkan dengan yang wajib pula (shalat Jumat dan shalat Id dihukumi sama: fardhu ain [bagi laki-laki untuk shalat Jumat]). So, seseorang boleh tidak mengerjakan shalat Jumat apabila hari Id jatuh pada hari Jumat. Namun imam masjid dianjurkan untuk tetap melaksanakan shalat Jumat agar orang-orang yang punya keinginan menunaikan shalat Jumat bisa hadir. Pendapat ini dipilih oleh mayoritas ulama Mazhab Hanbali. Dan pendapat ini terdapat riwayat dari ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas dan Ibnu Az Zubair. Dalil dari hal ini adalah:
Diriwayatkan dari Iyas bin Abi Romlah Asy Syamiy, ia berkata, “Aku pernah menemani Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan ia bertanya pada Zaid bin Arqom,
أَشَهِدْتَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عِيدَيْنِ اجْتَمَعَا فِى يَوْمٍ قَالَ نَعَمْ. قَالَ فَكَيْفَ صَنَعَ قَالَ صَلَّى الْعِيدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِى الْجُمُعَةِ فَقَالَ « مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّىَفَلْيُصَلِّ ».
“Apakah engkau pernah menyaksikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertemu dengan dua Id (hari Idul Fitri atau Idul Adha bertemu dengan hari Jum’at) dalam satu hari?” “Iya”, jawab Zaid. Kemudian Mu’awiyah bertanya lagi, “Apa yang beliau lakukan ketika itu?” “Beliau melaksanakan shalat Id dan memberi keringanan untuk meninggalkan shalat Jum’at”, jawab Zaid lagi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mau shalat Jumat, maka silakan melaksanakannya.” (H.R. Abu Daud No. 1070 dan Ibnu Majah No. 1310)
WaktuMenurut Mazhab Maliki, Hanbali, dan Hanafi, waktu pelaksanaan shalat Id adalah dimulai dari matahari setinggi tombak (kira-kira 20 menit setelah matahari terbit sebagaimana keterangan Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin dalam Syarh Hadits Al Arba’in An Nawawiyah) sampai waktu zawal (matahari bergeser ke barat). Sedangkan Mazhab Syafi’i mengatakan kalau waktu shalat Id adalah sejak terbitnya matahari sampai waktu zawal.
Ibnul Qayyim mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam biasa mengakhirkan shalat Idul Fitri dan mempercepat pelaksanaan shalat Idul Adha. Ibnu ‘Umar  yang sangat dikenal mencontoh ajaran Nabi tidaklah keluar menuju lapangan kecuali hingga matahari meninggi.”
Tujuan mengapa shalat Idul Adha dikerjakan lebih awal adalah agar orang-orang dapat segera menyembelih qurbannya. Sedangkan shalat Idul Fitri agak diundur bertujuan agar kaum muslimin masih punya kesempatan untuk menunaikan zakat fitrah.
Tempat Pelaksanaan
Shalat Id lebih utama dilakukan di tanah lapang, kecuali jika ada udzur seperti hujan. Abu Sa’id Al Khudri mengatakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَالأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa keluar pada hari raya ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha menuju tanah lapang.” (H.R. Bukhori No. 956 dan Muslim No. 889).
Tidak ada Shalat Sunnah Qobliyah dan Ba’diyah
Dari Ibnu ‘Abbas berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- خَرَجَ يَوْمَ أَضْحَى أَوْ فِطْرٍ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَمْ يُصَلِّ قَبْلَهَا وَلاَ بَعْدَهَا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah keluar pada hari Idul Adha atau Idul Fitri, lalu beliau mengerjakan shalat Id dua raka’at, namun beliau tidak mengerjakan shalat qobliyah maupun ba’diyah Id.” (H.R. Bukhari No. 964 dan Muslim No. 884)
Tidak Ada Adzan dan Iqomah
Dari Jabir bin Samuroh berkata,
صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْعِيدَيْنِ غَيْرَ مَرَّةٍ وَلاَ مَرَّتَيْنِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلاَ إِقَامَةٍ.
“Aku pernah melaksanakan shalat Id (Idul Fitri dan Idul Adha) bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bukan hanya sekali atau dua kali, ketika itu tidak ada adzan maupun iqomah.” (H.R. Bukhori No. 887)
Ibnul Qayyim mengatakan, “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sampai ke tempat shalat, beliau pun mengerjakan shalat Id tanpa ada adzan dan iqomah. Juga ketika itu untuk menyeru jama’ah tidak ada ucapan ‘Ash Sholaatul Jaam’iah.’ Yang termasuk ajaran Nabi adalah tidak melakukan hal-hal semacam tadi.”

Shalat Idain (2)

Aku akan lanjutkan postingan mengenai Shalat Idain. Kali ini membahas tentang khutbah, tata cara yang berbeda dari keempat mazhab dalam Islam, dan hukum mengangkat tangan ketika takbir.
Khutbah
Mazhab Hanbali, Maliki, Hanafi, dan Syafi’i sepakat mengatakan khutbah itu hukumnya sunnah. Adapun tentang letak khutbah tersebut, semua juga sependapat bahwa waktunya adalah sesudah shalat, berbeda dengan khutbah Jum’at yang disampaikan sebelum shalat.
Dari Ibnu ‘Umar mengatakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ – رضى الله عنهما – يُصَلُّونَ الْعِيدَيْنِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan Abu Bakar, begitu pula ‘Umar biasa melaksanakan shalat Id sebelum khutbah. (H.R. Bukhari No. 963 dan Muslim No. 888).
Setelah melaksanakan shalat Id, imam berdiri untuk melaksanakan khutbah dengan sekali khutbah (bukan dua kali seperti khutbah Jumat). Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan khutbah di atas tanah dan tanpa memakai mimbar. Beliau pun memulai khutbah dengan hamdalah sebagaimana khutbah-khutbah beliau yang lainnya. Ibnul Qayyim mengatakan, “Dan tidak diketahui dalam satu hadits pun yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membuka khutbah Id-nya dengan bacaan takbir. … Namun beliau memang sering mengucapkan takbir di tengah-tengah khutbah. Akan tetapi, hal ini tidak menunjukkan bahwa beliau selalu memulai khutbah Id-nya dengan bacaan takbir.”
Jama’ah boleh memilih mengikuti khutbah Id ataukah tidak. Dari ‘Abdullah bin As Sa-ib, ia berkata bahwa ia pernah menghadiri shalat Id bersama Rasulullah, tatkala beliau selesai menunaikan shalat, beliau bersabda,
إِنَّا نَخْطُبُ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَجْلِسَ لِلْخُطْبَةِ فَلْيَجْلِسْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَذْهَبَ فَلْيَذْهَبْ
“Aku saat ini akan berkhutbah. Siapa yang mau tetap duduk untuk mendengarkan khutbah, silakan ia duduk. Siapa yang ingin pergi, silakan ia pergi.” (H.R. Abu Daud No. 1155 dan Ibnu Majah No. 1290).
*Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
Tata Cara
Nah, ini nih, yang membuat bingung ketika kita melaksanakan shalat Id tidak dengan mazhab yang biasa kita laksanakan. Seperti sudah aku singgung di atas, bahwa mayoritas umat Islam di Indonesia menggunakan mazhab Syafi’i, jadi ketika melaksanakan shalat Id dengan mazhab yang lain, akan terjadi kebingungan, hehe.
  • Mazhab Hanafi
    Tata cara shalat Id menurut Mazhab Hanafi adalah dimulai dengan mengangkat tangan seraya mengucapkan takbir (takbiratul ihram). Kemudian mengucapkan takbir TIGA KALI dengan diam sejenak setelah membaca takbir, atau boleh juga mengucapkan Subhanallah walhamdulillah wala Ilaha illallah wallahu akbar. Kemudian membaca ta’awudz dan Surat Alfatihah dan satu surat. Kemudian ruku’, i’tidal, sujud dan menyempurnakan rakaat pertama.
    Pada rekaat kedua, dimulai dengan membaca Surat Alfatihah dan satu surat. Kemudian mengucapkan takbir TIGA KALI kemudian ruku’ dan seterusnya hingga menyempurnakan rekaat kedua dan diakhiri dengan salam.
  • Mazhab Syafi’i
    Shalat diawali dengan mengangkat tangan seraya mengucapkan takbir (takbiratul ihram). Kemudian mengucapkan takbir TUJUH KALI yang di antara sela-sela takbir membaca Subhanallah walhamdulillah wala Ilaha illallah wallahu akbar. Kemudian membaca ta’awudz, Surat Alfatihah, dan Surat Qaf. Kemudian ruku’, i’tidal, sujud dan menyempurnakan rakaat pertama.
    Pada rekaat kedua, ketika bangkit ke rekaat kedua dimulai dengan takbir. Kemudian mengucapkan takbir kembali LIMA KALI kemudian membaca Surat Alfatihah dan Surat Alqamar. Kemudian ruku’ dan seterusnya hingga menyempurnakan rekaat kedua dan diakhiri dengan salam.
  • Mazhab HanbaliShalat diawali dengan mengangkat tangan seraya mengucapkan takbir (takbiratul ihram). Kemudian mengucapkan takbir ENAM KALI yang di antara sela-sela takbir membaca Allahu akbar kabira, walhamdulillahi kasira wasubhanallahi ibukratan wa asila, washalallahu ‘ala Muhammaddin wa ‘alihi wassalama tasliman. Kemudian membaca ta’awudz, Surat Alfatihah, dan Surat Al A’la. Kemudian ruku’, i’tidal, sujud dan menyempurnakan rakaat pertama.
    Pada rekaat kedua, ketika bangkit ke rekaat kedua dimulai dengan takbir. Kemudian mengucapkan takbir kembali LIMA KALI kemudian membaca Surat Alfatihah dan Surat Alghasyiyah. Kemudian ruku’ dan seterusnya hingga menyempurnakan rekaat kedua dan diakhiri dengan salam.
  • Mazhab Maliki
    Shalat diawali dengan mengangkat tangan seraya mengucapkan takbir (takbiratul ihram). Kemudian mengucapkan takbir ENAM KALI. Kemudian membaca ta’awudz, Surat Alfatihah, dan Surat Al A’la. Kemudian ruku’, i’tidal, sujud dan menyempurnakan rakaat pertama.
    Pada rekaat kedua, ketika bangkit ke rekaat kedua dimulai dengan takbir. Kemudian mengucapkan takbir kembali LIMA KALI kemudian membaca Surat Alfatihah dan Surat Asy syamsyi. Kemudian ruku’ dan seterusnya hingga menyempurnakan rekaat kedua dan diakhiri dengan salam.
Hukum Mengangkat Tangan ketika Takbir
Terkadang kita melihat ada saudara kita ketika shalat Id saat melakukan takbir selain takbiratul ihram tidak mengangkat tangannya. Nah, apakah dasar hukum dari mengangkat tangan ini?
  • Mengangkat tangan ketika takbir
    Ini adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama, di antaranya Mazhab HanafiMazhab Syafi’iMazhab Hanbali, dan salah satu pendapat dari Mazhab Maliki. Dan di antara ulama yang memilih pendapat ini adalah An-Nawawi, Al-Juzajani, Ibnu Qudamah Al-Maqdisi, Ibnul Qayyim, Ath-Thahawi, Asy-Syaikh bin Baz, Asy-Syaikh Al-Fauzan, dan juga Al-Lajnah Ad-Da’imah, serta para ulama yang lain. Salah satu dalilnya adalah Atsar dari Umar bin Khattab, yang artinya “Sesungguhnya ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu mengangkat kedua tangannya pada setiap takbir-takbir shalat jenazah, idul fitri dan idul adha.” (H.R. Al Baihaqi dalam Al-Kubra (III/293), Ibnul Mundzir dalam Al-Ausath (IV/282))
  • Tidak mengangkat tangan ketika takbirIni adalah pendapat Mazhab Maliki, Ibnu Hazm Azh-Zhahiri, Ibnu Abi Laila, Abu Yusuf, dan Asy-Syaikh Al-Albani. Salah satu alasannya adalah tidak ada di dalam sunnah shahih Nabi yang menyebutkan bahwa beliau mengangkat kedua tangan setiap takbir. Imam Malik berkata, “Tidak disyari’atkan mengangkat kedua tangan sekalipun pada setiap takbir shalat idul fitri dan idul adha kecuali pada takbir yang pertama (yakni takbiratul ihram).” Imam Asy-Syaikh Al-Albani berkata, “Tidak disunnahkan mengangkat kedua tangan karena yang demikian tidak pernah disebutkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan yang diriwayatkan dari ‘Umar dan putranya (Ibnu ‘Umar) tidak menjadikan amalan ini sebagai amalan yang sunnah.” (Tamamul Minnah (348))
    Jawaban yang menenangkan hati mungkin adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Asy-Syaikh Shalih Al-Luhaidan, “Jika mengangkat kedua tangan, maka ini tidak mengapa. Dan jika tidak mengangkat kedua tangan, maka inipun juga tidak mengapa.” (Durus Al-Haram Al-Makki 1424 H).

Sabtu, 26 Juli 2014

Entri Belajar Link

membuat blog

Entri Prolog SK: Future Fate

“Uagh . . .”, ucap salah seorang pemuda saat menghembuskan nafas terakhirnya. Bersama dengan dua temannya, mereka telah mati terkena sabetan pedang gadis itu. Terbukti dengan noda darah mereka yang mengucur di pedangnya.
“Tes..,tes..”
Darah yang mengalir itu pun berhenti dari pedang tersebut, seakan ada sihir yang memurnikannya. Gadis itu kemudian berjalan ke arahku sambil menggenggam pedang yang masih belum disarungkannya.
“Terima kasih telah menolongku”, ucapku dengan rasa takut dicampur perasaan letih. Yap, saat ini aku masih duduk sambil bersandar di batu besar yang berada di belakangku. Akan tetapi, gadis itu tetap berjalan dan terus menuju ke arah tempat dimana aku berada. Langkahnya semakin dekat dan dekat, sementara aku masih tersudut di batu itu. Dan ketika dia berada persis di depanku sambil mengacungkan pedangnya, dia berkata :
“Apa kau ‘sama’ dengan mereka?”
      Mungkin dia pikir aku sama seperti para pemuda yang dibunuh olehnya. Para pemuda jahat yang tadi sempat bertarung denganku, hingga membuat aku kewalahan dan babak belur saat ini. Tentu aku pikir jawabannya tidak. Tapi, entah kenapa aku mengerti maksudnya. Yaitu, sesuatu yang mirip dengan mereka.
“Ya, tentu saja”, jawabku dengan lugas
“Apa kau tahu maksudku?”, tanya gadis itu lagi
“Apa kau kira aku lugu?”, tanyaku seakan menghapus keraguannya
“Kalau begitu, kau berhak untuk mati”, jawabnya sambil mengambil posisi menebas
      Kemudian pedang itu seakan menghitam layaknya sihir yang membungkusnya. Sontak aku berkata :
“Tunggu, masih ada yang harus kulakukan !”
      Gadis itu kemudian menaruh pedang di sarungnya dan berkata :
“Apa maksudmu?”
“Saat ini, aku hidup karena aku memiliki satu tujuan”
“Walaupun begitu, ini adalah tugasku untuk membunuhmu”
“Kumohon, biarkan aku hidup”

“Kalau begitu, jadilah tawananku”

Kamis, 10 Maret 2011

DUKA BENCANA

Apapun yang terjadi padamu
Semua termasuk diriku
Apapun yang ada padamu
Semuanya hanya untukku
Terima kasih
Terima kasih

Tolong ajarilah diriku ini
Agar sempurna dimatamu
Ku tak ingin kau sakit karna hatiku

Walau langitkan hitam
Ku ingin bersamamu
Walau  angin tlah berguncah
Ku masih ingin bersamamu
Walau semua benci cinta kita
Ku ingin tetap bersamamu
Walau ada yang menginginkanku
Ku hanya ingin setia
Kepadamu
Bersamamu
Dan kamu seorang
Selamanya

Sabtu, 05 Februari 2011

data manga

DateLatest Comic SeriesScanlator
2 Feb Fungeta
2 Feb Fungeta
29 Jan
Fairy Tail 220 - Fairy Sisters
Naruto Reader
26 Jan Fungeta
26 Jan Fungeta
26 Jan Naruto Reader
26 Jan Fungeta
22 Jan Naruto Reader
20 Jan Fungeta
20 Jan
One Piece 611 - Hodi Jones
Fungeta
12 Jan Fungeta
26 Des Naruto Reader
25 Des Fungeta
25 Des Naruto Reader
25 Des Fungeta
21 Des Fungeta
18 Des Naruto Reader
15 Des Fungeta
15 Des Naruto Reader
15 Des Fungeta
9 Des Fungeta
9 Des Naruto Reader
9 Des Fungeta
5 Des Fungeta
4 Des Fungeta
2 Des Fungeta
2 Des Naruto Reader
2 Des Fungeta
27 Nov Fungeta
27 Nov Fungeta
25 Nov Fungeta
25 Nov Naruto Reader
24 Nov Fungeta
24 Nov Fungeta
21 Nov Fungeta
20 Nov Fungeta
20 Nov
Fairy Tail 212 - Jiwa Baja!
Fungeta
17 Nov Fungeta
17 Nov Naruto Reader
13 Nov Fungeta
10 Nov Fungeta
10 Nov Fungeta
10 Nov Fungeta

Jumat, 04 Februari 2011

kehadiran cinta

Hati ini terasa sunyi tanpa nafas cintamu,,
hidup ini sepi tanpa senyuman darimu
diri ini senyap tanpa jiwa kasihmu,,
ruang hatiku gelap tanpa arah untuk melangkah
cinta,,,
mengapa semua harus terjadi???
mengapa disaat terang dunia kalbuku kau berlalu
kau tinggalkan sepenggal dusta dalam rasa,,
cinta..
aku hanya mampu memeluk rasa
memeluk mimpi senja yang kelabu
meniti harapan fajar kelana,,
cinta..
kau buat aku tak yakin untuk melangkah
kau beri aku segenggam luka
mengapa cahaya pelangi menjadi api,,
selamat jalan cinta,,
selamat berbahagia di atas luka ku,,
biarkan kata merangkai hati serupa darah dibalik tirai...
Kau buatku menangis Buatku tertawa Buatku merasa Ada